Tuesday, January 8, 2013

BAB 1 PROPOSAL MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERBAHASA LISAN PADA ANAK USIA DINI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.         Latar Belakang

Prof. Langever mengemukakan teantang batasan pendidikan, bahwa pendidikan ialah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak usia dini yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan (H. Buhanuddin Salam, 2002: 3). Dari dasar pendapat itu saya sebagai pengamat bahasa dapat mendewasakan cara berbahasa anak usia dini usia dini karena Bahasa Indonesia memiliki peranan penting bagi masyarakat sebagai alat komunokasi. Selain itu, bahasa Indonesia juga merupakan suatu media untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi dalam semua bidang pendidikan.

Pembelajaran bahasa diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa anak usia dini usia dini yang meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut memiliki peran yang sama penting bagi anak usia dini usia dini untuk menguasai keterampilan berbahasa Indonesia.

Kemampuan bahasa anak usia dini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu kemampuan reseptif (receptive skills) dan kemampuan produktif (productive skills). Kemampuan membaca dan mendengar termasuk dalam kategori pertama sedangkan kemampuan menulis dan mambaca termasuk dalam kategori ke dua.

 Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara dalam proses komunikasi di tengah-tengah pergaulan dan interaksi sosial. Dengan menguasai keterampilan berbahasa lisan, anak usia dini usia dini akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbahasa. Keterampilan berbahasa lisan  juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami.

Mengingat pentingnya pemahaman kalimat dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas rendah (khususnya umur enam sampai tujuh), maka peran seorang pemerhati bahasa sangat diperlukan. Berdasarkan kenyataan itulah yang mendorong peneliti untuk mencoba melakukan kajian tentang cara meningkatkan keterampilan berbahasa lisan melalui berbicara dan bercerita.


1.2.         Rumusan Dan Batasan Masalah

1.2.1.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas sebagai acuan dalam penulisan penelitian ini, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang di hadapi dalam peningkatan keterampilan berbicara pada anak usia dini usia dini sebagai berikut :
1.2.1.1.Kurangnya tingkat keaktifan anak usia dini untuk menceritakan pengalamannya.
1.2.1.2.Bagaimanakah usia dini peningkatan keterampilan bercerita melalui pendekatan kominikatif anak usia dini usia dini
1.2.1.3.Apa saja strategi dalam pembelajaran berbahasa lisan?
1.2.1.4.Bagaimana penerapannya dalam kegiatan berbicara dan dramatisasi kreatif?
1.2.1.5.Apa manfaat keterampilan berbahasa lisan?

1.2.2.      Pembatasan Masalah
Dalam batasan masalah ini saya akan membatasi masalah dalam proposal yang kami buat tentang ruang lingkup kajian keterampilan berbahasa lisan dan membiasakan anak usia dini berbahsa lisan melaui berbicara dan bercerita dan memberikan kepercayaan diri anak usia dini agar tidak kaku berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia.
1.2.3.      Rancangan Pemecahan Masalah
Berdasarkan indentifikasi masalah yang dikemukakan diatas maka untuk mengatasi masalah tersebut peneliti melaksanakan usia dini sebuah metode deskriptif sinkronis.

1.3.         Tujuan Penelitian

Setiap penelitian tentunya mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta/ peristiwa yang terjadi di lapangan / obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini ada dua tujuan yang diharapkan yaitu:
·         Untuk mengetahui strategi apa saja yang bisa dilakukan dalam pembelajaran berbahasa lisan.
·         Untuk mengetahui penerapannya dalam kegiatan berbicara dan dramatisasi kreatif.
·         Untuk mengetahui manfaat keterampilan berbahasa lisan.

1.4.         Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian proposal di atas maka manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Manfaat penelitian ini terdiri dari dua, yaitu: (1) manfaat teoritis, (2) manfaat praktis.
  
1.4.1 Manfaat teoritis.
Secara teoristis, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pembelajaran bercerita pada anak usia dini usia dini SMP/ MTs, serta dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangkan materi pembelajaran bahasa Indonesia pada jenjang pendidikan SMP/ MTs khususnya kelas VII.

1.4.2 Manfaat praktis

1.      Bagi pemerhati bahasa
Dengan dilaksanakan usia dini penelitian ini, pemerhati bahasa dapat mendeskripsikan kualitas pembelajarannya. Di samping itu, dengan melakukan penelitian ini, pemerhati bahasa akan terbiasa melakukan penelitian kecil yang sangat bermanfaat untuk mrningkatkan profesianalnya sebagai seorang pemerhati bahasa dan juga demi perbaikan pembelajaran, serta karirnya sebagai seorang pemerhati bahasa. Memberikan masukan yang bersifat praktis tentang upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran.

2.      Bagi anak usia dini usia dini
Penelitian ini akan bermanfaat bagi anak usia dini
·         untuk sarana pembelajaran bahasa dalam hal kemampuan berbicara dan bercerita.
·         Dapat meningkatkan kemampuan membaca.
·         Dapat meningkatkan dan membentuk kemampuan anak usia dini usia dini berkomunikasi dalam menggunakan Bahasa Indonesia yang mencakup 4 keterampilan  berbahasa yaitu : menyimak, membaca, menulis dan berbicara.

3.      Bagi peneliti selanjutnya
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk kegiatan penelitian-penelitian selanjutnya yang sesuai atau relevan dengan topik penelitian ini.

1.5.         Metode Penelitian
Dalam penulisan proposal ini saya sebagai penulis menggunakan metode daftar pustaka, mencari dari berbagai media, baik dari media elektronik maupun media cetak.






MIE GORENG DIGORENG ALA CHEF WULAN


MIE GORENG DIGORENG ALA CHEF WULAN
            Haii…. Kali ini penulis ingin membagi resep turun temurun dari keluarga (hehee serem juga ya). Masakan ini sangat simple, gampang dibuat dan bahan-bahan yang dibutuhkan ada di dapur mamah,, kta mulai yaa..
1.      Alat dan Bahan
a.       Alat
·         Penggorengan
·         Spatula
·         Blender
·         Piring
b.      Bahan
·         Mie telur
·         Minyak goreng
·         Wortel (potong korek api )
·         Sawi hijau sesuai selera
·         Telur sesuai selera
·         Baso sesuai selera
·         garam secukupnya
·         cabai (sesuai selera pedas atau tidak)
·         2 buahbawang merah
·         1 buah bawang putih
·         Saus cabai sesuai selera

2.      Cara membuat
1)      Rebus mie telur sampai matang, tiriskan
2)      Blender bumbu-bumbu, garam,cabai,bawang merah dan bawang putih
3)      Panaskan minyak goring, tumis bumbu. Masukan bakso, wortel, sawi hijau. Apabila sudah matang masukan mie yang sebelumnya telah direbus  aduk sampai rata lalu tambahkan saus cabai
4)      Angkat dan siap dihidangkan..



Nah..  sangat mudah bukan membuatnya,, cobalah dirumah, dijamin ini juga akan menjadi menu favorite mu yang kamu buat sendiri. Hati-hati dengan alat yang digunakan, karena bisa melukaimu..selamat mencoba…  J

Pelaksanaan Pajak Di Indonesia


PELAKSANAAN PAJAK DI INDONESIA
1.     PENGERTIAN PAJAK
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
2.     ASAS PENGENAAN PAJAK
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
a.       Asas Domisili Atau Disebut Juga Asas Kependudukan (Domicile/Residence Principle):

Berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).

b.      Asas Sumber:

Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
c.       Asas Kebangsaan Atau Asas Nasionalitas Atau Disebut Juga Asas Kewarganegaraan (Nationality/Citizenship Principle):

Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.

Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.

Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.

a)      Indonesia,
Dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.

b)      Jepang,
misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang
.
c)      Australia,
untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.

3.     TEORI PEMUNGUTAN

Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapateori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:

       I.            Teori Asuransi,
Menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.

    II.            Teori Kepentingan,
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.

4.     PENERIMAAN PAJAK DI INDONESIA

Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp362 triliun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp325 triliun dari pajak dan Rp37 triliun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.

Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006 mencapai Rp402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
·         Pajak Penghasilan (PPh) Rp198,22 triliun
·         Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp126,76 triliun
·         Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp15,67 triliun
·         Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp5,06 triliun
·         penerimaan pajak lainnya Rp2,76 triliun.

Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp36,1 triliun, bea masuk Rp17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp398,1 miliar. Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah mencapai Rp1.040 triliun.