Friday, July 5, 2013

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

 A.    Pengertian
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan  usaha dalam bidang ekonomi.
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 persaingan tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

B.     Asas dan Tujuan
Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan UU No. 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
  1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya  meningkatkan kesejahteraan rakyat.
  2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil.
  3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
  4. Terciftanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

C.    Kegiatan yang Dilarang
1.      Monopoli
Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu (di pasar lokal atau nasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
2.      Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
3.      Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
4.      Persengkongkolan
Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan).
5.      Posisi Dominan
Posisi dominan artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam pasar 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar  bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6.      Jabatan  Rangkap
Mengenai jabatan rangkap, dalam pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan  pada waktu yang bersamaan dilarang meragkap sebagai direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan itu :
a.       berada dalam pasar bersangkutan yang sama;
b.      memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha;
c.       secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
7.      Pemilikan Saham
Mengenai pemilikan saham, berdasarkan pasal 27 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama atau mendirikan perusahaan yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan, antara lain :
a.       satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % pangsa satu jenis barang dan atau jasa tertentu.
b.      Dua atau tiga pelaku usaha, kelompok usaha dan pelaku kelompok usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
8.      Penggabungan, Peleburan dan pengambilalihan
Sementara itu, pasal 28 UU No. 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha berbadan hukum maupun bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan yang bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam menjalankan perusahaan tindakan penggabungan, peleburan, pengambilalihan yang akan mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat yang secara tegas dilarang.

D.    Perjanjian yang Dilarang
1.      Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. Dengan demikian, keadaan pasar yang tidak seimbang karena dipengaruhi oleh sejumlah pembeli, dengan demikian, maka :
a.       pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
b.      Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama dan atau melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa, apabila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2.      Penetapan Harga
Dalam rangka penetralisir pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a.       perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama.
b.      Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
c.       Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.
d.      Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan.
3.      Pembagian Wilayah
Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4.      Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut berakibat :
a.       merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain;
b.      membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
5.      Kartel
Pelaku usaha dilaarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha persaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6.      Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7.      Oligopsoni
a.       pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan tujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.
b.      Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
8.      Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9.      Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain :
a.       harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok;
b.      tidak  akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10.  Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

E.     Hal-Hal yang Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli
1.      Perjanjian yang dikecualikan
a.       perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cifta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu dan rahasia dagang.
b.      Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
c.       Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
d.      Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah diperjanjikan;
e.       Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatkan atau perbaikan standar kehidupan masyarakat luas;
f.       Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah.
2.      Perbuatan yang dikecualikan
a.       perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha;
b.      kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota.
3.      Perbuatan dan atau Perjanjian yang Diperkecualikan
a.       perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.      perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk eksport dan tidak menganggu kebutuhan atau pasokan dalam negeri.

F.     Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Hal ini diatur berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999, dibentuklah suatu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang bertugas untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Adapun tugas dan wewenang KPPU, antara lain :
  1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha;
  2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya;
  3. mengambil tindakan sesuai wewenang komisi;
  4. memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
  5. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  6. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadi praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
  7. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan oleh komisi  sebagai hasil dari penelitiannya;
  8. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang;
  9. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi;
  10. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

G.    Sanksi
1.      Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.

2.      Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan
Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua piluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :
a.       pencabutan izin usaha
b.      larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun,
c.       penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

Sumber: amalmey.files.wordpress.com/2011/10/bab-viii.doc