PELAKSANAAN PAJAK DI INDONESIA
1. PENGERTIAN PAJAK
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat
balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma
hukum untuk menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat
jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik
Indonesia.
2.
ASAS PENGENAAN PAJAK
Agar negara dapat mengenakan
pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan
warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus
ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara
tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala
pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat
menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar
yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas
yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk
mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang
paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak
adalah:
a. Asas
Domisili Atau Disebut Juga Asas Kependudukan (Domicile/Residence Principle):
Berdasarkan asas ini negara akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan,
orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara
itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam
kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak
itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem
pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili
(kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang
diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri
(world-wide income concept).
b. Asas
Sumber:
Negara yang menganut
asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan
dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang
bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini,
tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan
yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan
pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing
bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan
dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
c. Asas
Kebangsaan Atau Asas Nasionalitas Atau Disebut Juga Asas Kewarganegaraan (Nationality/Citizenship
Principle):
Dalam asas ini, yang
menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau
badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi
persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti
halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas
nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan
konsep pengenaan pajak atas world
wide income.
Terdapat beberapa
perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas
nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak
lainnya. Pertama, pada
kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan
negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak,
yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili
(dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas
nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak
tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi
landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan
pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang
memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua
asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh
di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang
dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang
diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara,
tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu
asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas
nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
a) Indonesia,
Dari
ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai
subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas
domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga
menganut asas kewarganegaraan yang parsial,
yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak
untuk orang pribadi.
b) Jepang,
misalnya untuk individu
yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di
mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban
membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik
yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan
penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban
untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari
sumber-sumber di Jepang
.
c) Australia,
untuk semua badan usaha
milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas
seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara
itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari
sumber yang ada di Australia.
3. TEORI PEMUNGUTAN
Menurut R. Santoso
Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum Pajak, ada beberapateori yang mendasari adanya pemungutan pajak,
yaitu:
I.
Teori Asuransi,
Menurut teori ini, negara mempunyai
tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan
jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut
diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan
adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai
pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak
boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
II.
Teori Kepentingan,
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah
adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam
perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan,
maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak
ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih
tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan
orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
4. PENERIMAAN PAJAK DI INDONESIA
Target penerimaan
negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp362
triliun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut
terdiri Rp325 triliun dari pajak dan Rp37 triliun dari Pajak Penghasilan (PPh)
Migas.
Target penerimaan
negara dari perpajakan dalam APBN 2006
mencapai Rp402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
·
Pajak Penghasilan (PPh)
Rp198,22 triliun
·
Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN
dan PPnBM) Rp126,76 triliun
·
Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB)
Rp15,67 triliun
·
Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Rp5,06 triliun
·
penerimaan pajak lainnya Rp2,76 triliun.
Pendapatan pajak itu
sudah termasuk pendapatan cukai Rp36,1 triliun, bea masuk Rp17,04 triliun dan
pendapatan pungutan ekspor Rp398,1 miliar. Total penerimaan pajak dalam lima
tahun terakhir (2001-2005) sudah mencapai Rp1.040 triliun.
0 comments:
Post a Comment