HUKUM
PERJANJIAN
1.
PENGERTIAAN PERJANJIAN
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang atau lebih
berjanji atau mengikatkan diri kepada orang lainnya. Perikatan merupakan suatu
yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit.
Dikatakan demikian karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu
perikatan sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk
perjanjian ataupun didengar perkataan perkataannya yang berupa janji. Dari
peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih
yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
2. AZAS-AZAS HUKUM PERJANJIAN
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum
Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan
karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
A. Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu
perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya
kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya
perjanjian.
B. Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa
para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari
perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
kepatutan. Azas ini tercermin jelas dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
3. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya
perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
A.
Sepakat Untuk Mengikatkan Diri
Sepakat maksudnya
adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju
untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini
harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan
tidak ada gangguan.
B.
Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perjanjian
Kecakapan untuk
membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian
atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan
sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
C.
Suatu Hal Tertentu
Suatu hal tertentu
merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan
kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan
bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit
ditetapkan jenisnya.
D.
Sebab Yang Halal
Sebab ialah tujuan
antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal
1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang
Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335
KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai
kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang
disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan
syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan. Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi,
maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu
dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak
cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat
kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh
hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut. Sedangkan
apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal
demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan
tidak pernah ada suatu perikatan.
4.
BENTUK PERJANJIAN
Perjanjian
dapat berbentuk:
A.
Lisan
B.
Tulisan,
dibagi 2 (dua), yaitu:
a.
Di
bawah tangan/onderhands
b.
Otentik
5. SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN
Menetapkan
kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
A. kesempatan
penarikan kembali penawaran;
B. penentuan
resiko;
C. saat
mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
D. menentukan
tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal
adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir
pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap
obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat
konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak
atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan
memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang
menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat
sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring)
antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran
(offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi
(acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan
kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang
menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa
digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
A. Teori Pernyataan (Uitings
Theorie)
Menurut teori ini,
kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat
jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan
penerimaan/akseptasinya.
B.
Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini
saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos
dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
C. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini
saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh
pihak yang menawarkan.
D.
Teori penerimaan
(Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada
saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau
dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada
alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya
kontrak.
6. STRUKTUR
PERJANJIAN
Struktur
atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:
A. Judul/Kepala
B. Komparisi yaitu berisi
keterangan-keterangan mengenai para pihak atau atas permintaan siapa perjanjian
itu dibuat.
C. Keterangan pendahuluan dan uraian
singkat mengenai maksud dari para pihak atau yang lazim dinamakan “premisse”.
D. Isi/Batang Tubuh perjanjian itu
sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang
disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
E. Penutup dari Perjanjian.
7. STANDAR KONTRAK
A.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua
yaitu umum dan khusus.
a. Kontrak
standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh
kreditur dan disodorkan kepada debitur.
b. Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
B. Menurut Remi Syahdeini,
Keabsahan berlakunya
kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya
sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat
(society nuds). Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang
masih dipersoalkan
C.
Suatu Kontrak Harus Berisi:
a. Nama
dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
b. Subjek
dan jangka waktu kontrak
c. Lingkup
kontrak
d. Dasar-dasar
pelaksanaan kontrak
e. Kewajiban
dan tanggung jawab
f. Pembatalan
kontrak
8. MACAM – MACAM PERJANJIAN
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut;
A.
Perjanjian Dengan
Cuma-Cuma Dan Perjanjian Dengan Beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian
dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak
memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat
bagi dirinya sendiri.
B.
Perjanjian
Sepihak Dan Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian
sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu
pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi
kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
C.
Perjanjian Konsensuil,
Formal Dan, Riil
Perjanjian
konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua
belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah
perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara
tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan
adanya kata sepakat, harus diserahkan.
D.
Perjanjian Bernama,
Tidak Bernama Dan, Campuran
Perjanjian
bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan
kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata
ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak
diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung
berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
9. PEMBATALAN
DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
A. Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam
Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai
pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik
ialah jual beli.
Pelaksanaan
perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh
pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu
mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara
sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau
dibatalkan secara sepihak saja.
B. Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal
demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi
karena;
a.
Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut
tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat
diperbaiki.
b.
Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak
kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
Pihak pertama
melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara
financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
a)
Terkait resolusi atau perintah pengadilan
b)
Terlibat hokum
c)
Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau
wewenang dalam melaksanakan perjanjian
10.
KELALAIAN/WANPRESTASI
Kelalaian atau Wanprestasi adalah
apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan
oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu:
A.
Tidak
melaksanakan isi perjanjian.
B.
Melaksanakan
isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
C.
Terlambat
melaksanakan isi perjanjian.
D.
Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
0 comments:
Post a Comment